[Renungan] Kisah Seorang Pemuda dan Bunga Mawar

| Jumat, 27 Mei 2011 | |
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil.

http://us.123rf.com/400wm/400/400/nmapxp/nmapxp1101/nmapxp110100003/8685489-a-man-watering-in-rose-garden.jpg

Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula
duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa
duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.

Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan, selalu saja tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”

Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
=====
Sahabat, kisah tadi memang sudah selesai. Tapi, ada ada satu pesan moral yang bisa kita raih didalamnya. Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Allah lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan merekah.

Namun sayang, ada sebagian dari kita yang hanya melihat “duri” yang tumbuh. Merasakan hanya kelemahan yang ada pada dirinya. Merasa hanya menjadi beban bagi orang lain. Banyak dari saudara kita yang hanya melihat sisi buruk, sehingga dalam menjalani kehidupan ini dipenuhi dengan kepesimisan seolah menolak keberadaan mereka sendiri. Saudara kita itu sering kecewa dengan dirinya dan tidak mau menerimanya. Mereka berpikir bahwa hanya hal-hal yang melukai yang akan tumbuh dari nya. Sehingga menolak untuk “menyirami” hal-hal baik yang sebenarnya telah adadan tak pernah memahami potensi yang dimilikinya.
Mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak menyadari, adanya mawar itu.

Sahabat, jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang tumbuh dalam jiwa itu,
kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk
membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan pada mereka akan keberadaan mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.

Semerbak harumn mawar pada hati mereka akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati. Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita, dan kembali kita bagikan pada mereka yang merasa tersisih dan tersingkir. Mungkin, ya, mungkin, kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi janganlah itu membuat kita bersedih nestapa. Kebahagiaan kita adalah saat kita menemukan mereka, jiwa-jiwa yang tersisih, jiwa-jiwa yang pesimis, tersenyum bahagia, seolah menemukan udara disaat mereka akan kehabisan oksigen
Selamat berkebun

0 komentar:

Posting Komentar